RAJABERITA.ID – Analis komunikasi politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio (Hensa, menyoroti momen tak biasa yang melibatkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Dalam sebuah acara bersama Danantara baru-baru ini, Purbaya tampak ditinggalkan oleh sejumlah Menteri Koordinator (Menko) saat sesi wawancara dengan awak media.
Diketahui, para Menko yang meninggalkan lokasi lebih dahulu antara lain Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Pratikno, serta Menko Bidang Infrastruktur Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Menurut Hensa, kejadian itu tidak bisa dianggap sepele, meskipun tampak terjadi dalam suasana bercanda. Dalam politik, kata dia, setiap gestur publik bisa memiliki makna tersirat yang mempengaruhi dinamika hubungan antarpejabat negara.
Also Read
“Mengenai peristiwa Menteri Keuangan Purbaya yang ditinggalkan oleh para Menteri Koordinator dalam sesi doorstop, dalam konteks dinamika politik, meskipun terjadi dalam suasana bercanda, hal tersebut tetap memerlukan respons yang serius,” ujar Hensa kepada wartawan, Jumat (17/10/2025).
Hensa menilai, kepergian rombongan Menko itu bisa dibaca dalam dua tafsir berbeda. Dari sisi positif, tindakan tersebut bisa dipandang sebagai bentuk kepercayaan terhadap Purbaya untuk menjelaskan kebijakan ekonomi pemerintah. Namun, di sisi lain, bisa pula dimaknai sebagai bentuk jarak atau ketidaksepahaman di antara para menteri.
“Bisa saja itu sinyal kepercayaan, seperti ‘biarkan Purbaya yang menjelaskan’, tapi juga bisa berarti ‘biarkan dia menanggung sendiri ucapannya’. Dalam politik, gestur kecil kadang menyimpan pesan besar,” ungkap Hensa.
Dugaan Sinyal Politik dan Ketegangan Kabinet
Lebih jauh, Hensa menyebut bahwa momen ini bisa menjadi refleksi bagi Purbaya untuk berhati-hati dalam berkomunikasi publik. Ia mengingatkan bahwa meskipun dukungan rakyat terhadap Purbaya cukup kuat, hal itu belum tentu mencerminkan kesepahaman dengan kolega-koleganya di kabinet.
“Momen semacam itu mesti direspons dengan kewaspadaan penuh. Sebagaimana pepatah, ‘kalau mau belok, beri sen dulu.’ Artinya, berhati-hati dalam memberikan pernyataan publik,” tegas Hensa.
Hensa menduga, sinyal ketegangan di internal kabinet ini muncul akibat sejumlah pernyataan Purbaya yang menimbulkan polemik, seperti terkait utang proyek kereta cepat yang disebut tidak akan dibiayai oleh APBN.
“Purbaya dikenal lugas dan terbuka. Namun kadang, pernyataan yang seharusnya disampaikan secara internal justru disampaikan ke publik,” jelasnya.
Menurut Hensa, gaya komunikasi seperti ini berisiko menimbulkan kesalahpahaman antarkementerian, terutama jika belum ada kesepakatan bersama mengenai isu sensitif seperti pembiayaan proyek nasional.
Pentingnya Koordinasi dan Kekompakan Kabinet
Hensa menilai langkah terbaik bagi Purbaya adalah memperkuat koordinasi dan komunikasi dengan para Menko serta anggota kabinet lainnya sebelum menyampaikan pernyataan publik.
“Pernyataan yang belum dikonsultasikan bisa memunculkan tafsir beragam dan memperkeruh suasana di dalam kabinet. Padahal, kerja tim memerlukan keselarasan,” ujar Hensa.
Ia menegaskan, dalam dinamika pemerintahan, koordinasi dan komunikasi antarmenteri merupakan elemen penting untuk menjaga stabilitas politik dan kepercayaan publik.
“Meskipun publik mendukung Purbaya, seperti tim sepak bola, kemenangan tidak bisa dicapai oleh satu pemain saja. Purbaya tidak akan bisa mencetak gol sendirian tanpa dukungan rekan-rekannya,” tutup Hensa dengan analogi.















